Sejarah Lalu Lintas Tahun 1998 Sampai Sekarang (5 Habis)

Polantasjatim.com: Pada pertengahan tahun 1997, diawali dengan merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, Indonesia dilanda resesi dan krisis moneter dan berkembang menjadi krisis ekonomi. Masyarakat yang dipelopori oleh mahasiswa melakukan demonstrasi menyatakan tidak percaya lagi dengan pemerintahan orde baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.

21-tabes-lantas-1Pada tanggal 12 Mei 1998 terjadi peristiwa berdarah dengan meninggalnya 4 orang mahasiswa peserta demonstrasi di depan Universitas Trisakti Jakarta, hal ini yang memicu gerakan demonstrasi mahasiswa yang lebih besar dan menguasai gedung DPR/MPR R.l. Peserta demonstrasi tidak terbatas pada mahasiswa Ibu Kota Jakarta tetapi di semua kota di seluruh Indonesia.

Para mahasiswa menuntut adanya reformasi total termasuk turunnya Presiden Soeharto dari kursi kepresidenan. Tuntutan tersebut mendapatkan hasil dengan mundurnya presiden Soeharto dan diganti B.J. Habibie, yang sebelumnya menjabat Wakil Presiden. Presiden Habibie membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan dan segera mempersiapkan pelaksanaan Pemilu untuk membentuk pemerintahan baru sesuai dengan kehendak rakyat.

Pada waktu terjadi demonstrasi dan kekacauan di Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia. Polisi Lalu Lintas tetap aktif mengendalikan arus lalu lintas dalam melaksanakan tugas dibidang lalu lintas lainnya dengan penuh semangat, walaupun gelombang demonstrasi panjang cukup melelahkan Polisi Lalu Lintas tetap mewujudkan Kamtibcar Lantas.

Seiring dengan tuntutan demokratisasi dan supremasi hukum maka ditahun 1999 kedudukan Polri dipisahkan dari bagian ABRI menjadi di bawah Departemen Pertahanan dan Keamanan. Dengan terbitnya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor : VI/MPR/2000 tanggal 18 Agustus 2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Nomor : VII/MPR/2000 tanggal 18 Agustus 2000 tentang Peran Tentara Nasional Republik Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Kedudukan Polri benar – benar mandiri dan terpisah dari peran pertahanan, seiring dengan perubahan dan pemisahan Organisasi Polri dari Organisasi ABRI maka disusun pula Undang – Undang Kepolisian sebagai perubahan dari Undang – Undang No 27 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menjadi Undang – Undang No 2 Tahun 2002.
Pada tahun 2004 merupakan salah satu tonggak sejarah yang menunjukkan eksistensi Polantas yaitu dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2004 tentang Penetapan Tarif PNBP yang berlaku dilingkungan Polri dimana 7 kewenangan yang diatur dalam PP tersebut 6 kewenangan milik Polantas.

Dengan terbitnya PP No 31 Tahun 2004 sebagai pelaksanaan dari Undang – undang No 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak menghilangkan kesan Duplikasi tugas Pokok Polisi Lalu Lintas dengan Departemen Perhubungan, yaitu dimana Peran Polisi Lalu Lintas berada dalam tataran Keamanan Dalam Negeri melalui Registrasi dan Identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi yang merupakan ciri khas dari tugas – tugas Polisi secara Universal selaku aparat penegak hukum menggunakan Identifikasi dalam upaya pembuktian bahwa telah terjadi suatu tindak pidana, sedangkan Peran Departemen Perhubungan berada dalam tataran Regulator Transportasi Nasional.

Dengan pemberlakuan PP ini pula merupakan salah satu ciri khas yang dimiliki oleh fungsi teknis Polisi Lalu Lintas yaitu dapat memberi masukan kepada kas negara melalui biaya administrasi yang dipungut atas pelayanan Polri kepada masyarakat berdasarkan tarif yang telah ditentukan oleh Peraturan Pemerintah tersebut.

Perubahan sosial yang berjalan seiring dengan perkembangan globalisasi telah membawa pengaruh terhadap perubahan paradigma masyarakat. Menyadari dan memahami sepenuhnya keberadaan Polantas saat ini, diperlukan strategi ke depan yang sesuai dengan perubahan lingkungan strategik yang dihadapi Polantas.

Perubahan Paradigma Polantas seiring dengan perubahan paradigma Polri yang merupakan refleksi dan tuntutan terhadap peningkatan peran dan tugas Polantas yang semakin kompleks di tengah – tengah masyarakat.

Tuntutan akan Polantas yang Profesional dan Proporsional yang bercirikan Perlindungan, Pengayoman, Pelayanan kepada masyarakat, Penegakan Demokrasi dan Hak Asasi Manusia dalam rangka kepastian hukum dan terwujudnya kamtibcar lantas menuntut reposisi atas kedudukan serta pemulihan fungsi dan peranannya.

Dalam rangka mewujudkan tuntutan tersebut Direktorat Lalu Lintas telah menyusun Program Pembangunan Polisi Lalu Lintas 5 (Lima) tahun kedepan dan perubahan struktur organisasi menjadi organisasi yang berada langsung di bawah Kapolri, dengan maksud dan tujuan agar Masyarakat pemakai jalan memahami dan yakin kepada Polantas sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat dalam kegiatan Pendidikan Masyarakat lalu lintas, penegakan hukum lalu lintas, pengkajian masalah lalu lintas, registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi, demi tercapainya keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas.

Periode 1959 -1965
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 secara fundamental membawa sistem politik dan ketatanegaraan berubah yaitu kembali ke UUD 1945 dengan sistim kabinet Presidentil, Presiden disamping sebagai Kepala Negara juga sekaligus sebagai Kepala Pemerintahan. Presiden juga menjabat sebagai Panglima Tertinggi ABRI. Dengan kembali ke UUD 1945 membawa perubahan baik struktural maupun strategis, maka istilah kementerian diganti departemen, seperti kementerian pertahanan menjadi Departemen Pertahanan Nasional.

Selanjutnya dengan Keppres No. 15 tahun 1963 Kepala Staf Angkatan berstatus sebagai menteri / Panglima Angkatan memegang kekuasaan tertinggi pada angkatannya dan bertanggung jawab langsung kepada Panglima Tertinggi / Presiden R.l.

Didalam tubuh kepolisian terjadi perubahan yang mendasar yaitu dari Jawatan Kepolisian Negara berubah menjadi Angkatan Kepolisian Republik Indonesia (AKRI) karena AKRI tetap konsekuen dan konsisten pada tugasnya, maka pada jaman dicanangkannya Trikora, Dwikora maupun penumpasan gerakan pengacau keamanan tetap aktif pada kancah tugas perjuangan. Disamping itu kegiatan pejuang – pejuang AKRI dalam hal ini Polantas tetap setia dan berbakti kepada Negara.

Pada tanggal 23 Oktober 1959 dengan peraturan sementara dari Menteri / KKN di keluarkan peraturan sementara Menteri /KKN No. 2.PRA/MK/1959 tentang Susunan dan Tugas Markas Besar Polisi Negara. Dengan berdasar pada peraturan ini status Seksi Lalu Lintas Jalan di perluas menjadi Dinas Lalu Lintas dan Polisi Negara Urusan Kereta Api (PNUK). Tugas – tugas lainnya antara lain :
1) Mengatur pemberian jaminan bantuan kepada instansi – instansi yang membutuhkan bantuan Polisi bagi kelancaran dan keamanan lalu lintas daratan.
2) Kedua mengatur pelaksanaan pemeliharaan kelancaran dan keamanan lalu lintas di daratan termasuk Kereta Api.
3) Memberi nasehat dan saran – saran mengenai soal – soal lalu lintas di daratan kepada instansi – instansi yang membutuhkan.
Kepala Dinas Lalu Lintas / PNUK adalah Ajun Komisaris Besar Polisi Untung Margono yang menggantikan Komisaris Besar Polisi H.S Djajoesman.
Lahirnya Undang – Undang Pokok Kepolisian No. 13 /1961 tanggal 19 Juni 1961 merupakan sejarah Kepolisian R.l yang sangat penting sebagai realisasi cita – cita yang selalu menjiwai kehidupan Korps Kepolisian Negara seirama dengan gelora perjuangan rakyat.

Setelah pergantian pimpinan Polisi dari Menteri Muda Kepolisian R.S. Soekanto oleh Sukarno Djoyo Negoro mantan Kepala Kepolisian Jawa Timur, kemudian disusul reorganisasi kepolisian yaitu tentang susunan dan tugas kepolisian tingkat departemen.
Dalam reorganisasi ini Dinas Lalu Lintas / PNUK dimasukkan dalam Korps Polisi Tugas Umum termasuk didalamnya Perintis Polisi Wanita dan Polisi Umum, tanpa mengurangi tugas – tugas Dinas Lalu Lintas sebelumnya :
1) Perubahan itu tertuang dalam Peraturan Sementara JM Menteri/KSAK tanggal 31 Desember 1961.
2) Tanggal 23 Nopember 1962 dikeluarkan pula peraturan JM Menteri/KSK No. 2.PRT/KK/62 dibentuk kembali Dinas Lalu Lintas, yang terpisah dari Polisi tugas Umum, sedangkan PNUK tetap dimasukkan dalam jajaran Polisi Tugas Umum.
3) Tanggal 14 Februari 1964 dengan Surat Keputusan JM MEN PANGAK No. Pol.:11/SK/MK/64 Dinas Lalu Lintas diperluas kembali statusnya menjadi Direktorat Lalu Lintas. Dengan Surat Keputusan ini maka untuk pertama kali reorganisasi kepolisian bidang lalu lintas menggunakan nama Direktorat Lalu Lintas di tingkat pusat.

Dalam perkembangan selanjutnya, bekerja sama dengan Departemen Perhubungan Darat dan Direktorat Pendidikan dan Latihan telah dirintis pendidikan kejuruan kader-kader Polantas. Kelanjutan dari kerja sama ini adalah, dikirimnya beberapa Perwira Polisi ke Amerika yaitu Northwestern University Of Traffic Institute (NUTI) dan California High Way Patrol di Sacrament (USA) untuk memperluas pengetahuannya di bidang lalu lintas.

Dengan kembalinya para perwira yang mengikuti tugas belajar di Amerika, mulailah dirintis untuk pertama kalinya pendidikan Bintara Patroli Jalan Raya (PJR) di Sukabumi tahun 1962 yang diikuti oleh 40 siswa Polisi Lalu Lintas Komisaris di P. Jawa dan Bali. Dan mulai pula Kesatuan Lalu Lintas mengembangkan sayapnya guna memenuhi tuntutan jaman dengan membentuk kesatuan-kesatuan PJR. Pembentukan kesatuan memerlukan perlengkapan yang cukup, dan hal ini dipenuhi dengan bantuan dari pemerintah Amerika Serikat seperti kendaraan bermotor (Jeep dan sedan Falcon dan Chevy) serta alat-alat komunikasi radio (motorola), sepeda motor Harley Davidson.

Adanya kesatuan PJR didalam tubuh Polri/ Polantas, merupakan suatu organ baru yang sangat menunjang dan sangat diperlukan, baik untuk keamanan, dan penegakan hukum serta penyidikan kecelakaan lalu lintas, tugas-tugas tindakan pertama pada kejahatan maupun bantuan taktis dapat dilaksanakan. Karena Perkembangan situasi politik, hubungan diplomatik Indonesia dengan Amerika Serikat mulai memburuk kemudian Polri lepas hubungan dengan Amerika Serikat, sehingga bantuan terputus.

Bidang pendidikan masyarakat lalu lintas mulai dikembangkan, Polisi Lalu Lintas mulai membuat majalah, mengenalkan cara berlalu lintas pada pramuka dan membentuk Patroli Keamanan Sekolah (PKS). Karena kecelakaan lalu lintas sudah mulai menjadi masalah, Polisi Lalu Lintas mulai mengadakan penerangan-penerangan kepada masyarakat tentang tata cara berlalu lintas yang baik dan benar.

Pada periode ini mulai muncul usaha yang kuat untuk menyusun Undang-undang lalu lintas dan angkutan jalan untuk menggantikan VWO tahun 1933 peninggalan Belanda. Tahun 1965 berhasil menyusun Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya No. 3Tahun 1965.
Kegiatan-kegiatan Polantas terus dikembangkan, tugas operasional Polisi Lalu Lintas tidak terbatas hanya berkaitan dengan lalu lintas saja, tetapi juga yang berkaitan dengan fungsi lain seperti ikut membantu penindakan terhadap kejahatan, penculikan, kebakaran dan lain-lain. Disamping itu dalam setiap penyelenggaraan kegiatan yang bersifat internasional di Indonesia Polisi Lalu Lintas selalu berperan aktif. Sebagai contoh penyelenggaraan kegiatan olah raga bulu tangkis.

Dalam kegiatan seperti ini Polisi Lalu Lintas memberi andil cukup penting dalam hal tugas pengaturan lalu lintas, pengamanan jalan, pengawalan, agar tetap lancar. Peran Polantas lainnya dalam kegiatan olah raga internasional adalah dalam penyelenggaraan Asean Games IV, Sea Games dan beberapa kegiatan olah raga lainnya.

Periode 1965 -1998.
Munculnya gerakan G 30 S/PKI pada tanggal 30 September 1965 menuntut segenap alat negara untuk bersatu dengan kokoh, meskipun cukup alot, integrasi Polri ke tubuh ABRI akhirnya dapat berlangsung.

Keterpaduan ABRI dan Polisi diharapkan menjadi kekuatan Hankam yang tangguh untuk menghalau setiap pemberontakan dan pengacau yang mengancam keamanan negara dan bangsa Indonesia. Integrasi ABRI dengan Polri di kongkritkan dengan Keppres no. 79/1969 yang berisi Pembagian dan Penentuan Fungsi Hankam.

Meskipun berbeda dengan angkatan perang yang terdiri dari AD, AU dan AL tetapi Polri menjadi bagian dari Departemen Hankam. Dengan Keppres tersebut Polri kembali mengadakan penyesuaian-penyesuaian dan perubahan-perubahan dalam tubuh organisasi baik di tingkat pusat maupun daerah.

Demikian halnya di kesatuan Polisi Lalu Lintas.
Untuk menyusun organisasi kepolisian maka dikeluarkan Surat keputusan Men Hankam Pangab No. Kep. A./385A/1111970 tentang Pokok-pokok Organisasi dan Prosedur Kepolisian Negara R.l. Sebagai penjabarannya dikeluarkan Surat Keputusan Kapolri No.Pol. 113/SK/1970 tanggal 17 September 1970 tentang Organisasi Staf Umum dan Staf Khusus dan Badan-badan pelaksana Polri, maka lahirlah organisasi baru di lingkungan Polri. Demikian juga di kalangan Polisi Lalu Lintas Pusat.

Dua tahun sebelum surat keputusan ini (tahun 1968) di tingkat pusat dibentuk Pusat Kesatuan Operasi Lalu Lintas (Pusatop Lantas), dengan komandannya KBP Drs. U.E. Medelu. Dengan keluarnya SK tersebut berubah kembali menjadi Direktorat Lalu Lintas tahun 1970, yang merupakan salah satu unsur Komando Utama Samapta Polri, sehingga kemudian disebut Direktorat Lalu Lintas Komapta.

Pada periode ini dibentuk Patroli Jalan Raya (PJR) oleh Mabes Polri, meski sebenarnya pembentukan Patroli Jalan Raya sudah dilakukan di Kepolisian Daerah, namun baru tahun 1966 dibentuk secara resmi berdasarkan instruksi Men Pangab No. 31/lnstr/MK/1966.

Pembentukan Kesatuan PJR ini memang didasari dengan pertimbangan-pertimbangan yang matang. Dalam pelaksanaan tugasnya anggota PJR dituntut untuk selalu siaga dan berpedoman kepada motto courtesy, protection, and service (ramah tamah perlindungan dan pelayanan). Detasemen PJR ini dipimpin oleh seorang komandan yang ditunjuk oleh Direktur Lalu Lintas dibawah pengawasan Kepala Dinas Pengawasan Direktorat Lalu Lintas.

Permasalahan lalu lintas mulai terasa meningkat ditandai meningkatnya frekwensi pelanggaran lalu lintas. Nampaknya masalah ini cukup merisaukan, terlebih para aparat penegak hukum. Dipandang dari segi sarana penindakan tampak memang kurang efektif. Tahun 1969 dibentuk team untuk merumuskan sistem penindakan pelanggaran lalu lintas yang praktis dan cepat.

Pada tanggal 11 Januari 1971 lahir Surat Keputusan Bersama antara Ketua Mahkamah Agung No. 001/KMA/71, Jaksa Agung No. 002/DA/1971, Kepala Kepolisian R.l No. 4/SK/Kapolri/71 dan Menteri Kehakiman No. JS/1/21 yang mengesahkan berlakunya Sistem Tilang untuk pelanggaran lalu lintas. Dari Pihak Polri Tim perumus diwakili oleh Jenderal Memet Tanu Miharja, Brigjen Pol. Drs. VE. Madelu, Letkol Pol Drs. Basirun. Mulai tahun 1971 mulailah pelanggaran lalu lintas ditindak dengan tiket system yang dikenal dengan bukti pelanggaran disingkat tilang.

Tanggal 29 Maret 1969 didirikan Pusat Pendidikan Lalu Lintas (Pusdik Lantas) yang berkedudukan di jalan MT. Haryono Jakarta Selatan, masih satu kantor dengan Direktorat Lalu Lintas Polri. Kemudian pada tahun 1985 dipindahkan ke Serpong Tangerang Jawa Barat sampai saat ini sejak tahun 1969 pendidikan lalu lintas untuk Perwira dan Bintara Lalu Lintas dapat dilaksanakan secara teratur.

Berdasarkan Surat Keputusan Men Hankam No. Kep/15/IV/1976 tanggal 13 April 1976, Skep Kapolri No. Pol. Skep/507V111/1977, dan Skep Kapolri No. Pol. Skep/53/VII/1977 di tingkat Mabak terdapat dua unsur lalu lintas. Pertama ; Dinas Lalu Lintas Polri yang berkedudukan sebagai Badan Pelaksana Pusat dibawah yang sehari-harinya dikoordinasi oleh Deputy Kapolri dengan tugas pokok membantu Kapolri untuk menyelenggarakan segala kegiatan dan pekerjaan di bidang pencegahan, penanggulangan terhadap terjadinya gangguan/ancaman terhadap Kamtibmas di bidang Lantas dan menindak apabila diperlukan dalam rangka kegiatan atau operasional Kepolisian, Kedua : pusat system senjata Lalu Lintas Polri yang berkedudukan dibawah Danjen Kobang Diklat Polri dengan tugas pokok menyelenggarakan segala usaha kegiatan mengenai pengembangan taktik dan teknik system senjata serta pendidikan latihan di bidang fungsi teknis lalu lintas Polri dalam rangka system Kamtibmas, serta tugas lain yang dibebankan padanya. Pusdik lantas kedudukannya dibawah Pusenlantas sebagai penyelenggara pendidikan. Dan secara organisatoris terpisah dari Dinas Lalu Lintas.

Selanjutnya berdasarkan Keputusan Pangab No.Kep/11/P/III/1984 tentang Pokok-pokok Organisasi dan Prosedur Kepolisian Negara R.l, dan Keputusan Kapolri No. Pol: Kep/09/X/1984 tanggal 30 Oktober 1984, Pusdik lantas kembali berada di bawah Direktorat Pendidikan Polri.

Pada tahun 1984 dengan Surat keputusan Pangab No. Kep/11/P/ll 1/1984 tanggal 31 Maret 1984 tentang Pokok-pokok Organisasi dan Prosedur Kepolisian R.l, Dinas Lalu Lintas Polri dirubah dan diperkecil struktur organisasinya menjadi Sub Direktorat Lalu Lintas Polri di bawah Direktorat Samapta Polri bersama-sama dengan Subdirektorat Polisi Perairan, Polisi Udara dan Satwa Polri.

Pada tahun 1991 tepatnya tanggal 21 Nopember 1991 Subdirektorat Lalu Lintas dikembangkan kembali organisasinya menjadi Direktorat Lalu Lintas Polri berkedudukan di bawah Kapolri yang sehari-harinya dikoordinasikan oleh Deputi Operasi Kapolri. (*/habis)

Related Posts

Tinggalkan Balasan

3 × one =